Apa saja syarat dapat dilakukannya Restorative Justice di Kepolisian dan Kejaksaan?
Pokok Jawaban Restorative Justice/Keadilan Restorative di Kepolisian dapat dilaksanakan sepanjang memenuhi syarat materiil dan formil sebagaimana diatur dalam Perpol No. 8/2021. Sedangkan di Kejaksaan juga dapat dilaksanakan sepanjang memenuhi syarat materiil dan formil sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020
Definisi Restorative Justice (RJ)/Keadilan Restoratif Restorative Justice (RJ)/Keadilan Restoratif adalah penyelesaian Tindak Pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan melaksanakan pemulihan kembali pada keadaan semula.
RJ di Kepolisian Syarat Materiil berdasarkan Pasal 5 Perpol No. 8/2021 :
Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;
Tidak berdampak konflik sosial;
Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
Tidak radikalisme dan separatisme;
Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan;
Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.
Syarat Formil berdasarkan Pasal 6 Perpol No. 8/2021 :
Perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak, kecuali untuk tindak pidana Narkotika
Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, berupa pengembalian barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban (kecuali untuk tindak pidana Narkotika).
RJ di Kejaksaan Syarat Materiil berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 :
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.5 juta.
Syarat Formil berdasarkan Pasal 5 ayat (6) Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 :
Telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara : mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban; mengganti kerugian Korban; mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan/atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;
Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka; dan
Pokok Jawaban - Kumpulkan Bukti : Semua percakapan, transfer uang, dan komunikasi dengan pelaku harus disimpan sebagai bukti. Hal ini penting untuk digunakan dalam proses hukum. - Laporkan ke Kepolisian : Di Indonesia, Love Scamming dapat dilaporkan ke kepolisian karena masuk dalam tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan Penggelapan (Pasal 372 KUHP). - Mengajukan Gugatan Perdata : Korban Love Scamming juga dapat mengajukan Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri atas dasar Perbuatan Melanggar Hukum (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)
Definisi Love Scamming Love scamming atau penipuan cinta adalah kejahatan di mana pelaku berpura-pura menjalin hubungan romantis dengan korban secara langsung/melalui platform online, seperti media sosial atau situs kencan, untuk mengeksploitasi korban secara finansial.
Bagaimana Love Scamming Bermula Love Scamming dimulai dengan pelaku membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif. Setelah korban terikat emosional, pelaku mulai meminta uang dengan alasan seperti keadaan darurat atau kebutuhan mendesak.
Langkah Hukum Menghadapi Love Scamming Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, langkah hukum yang dapat dilakukan adalah :
Kumpulkan Bukti : Semua percakapan, transfer uang, dan komunikasi dengan pelaku harus disimpan sebagai bukti. Hal ini penting untuk digunakan dalam proses hukum.
Laporkan ke Kepolisian : Di Indonesia, Love Scamming dapat dilaporkan ke kepolisian karena masuk dalam tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan Penggelapan (Pasal 372 KUHP).
Mengajukan Gugatan Perdata : Korban Love Scamming juga dapat mengajukan Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri atas dasar Perbuatan Melanggar Hukum (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)
Bagaimana Prosedur Menangani Permasalahan Hukum Malapraktik?
Pokok Jawaban Dalam menangani permasalahan hukum Malapraktik, sebaiknya saudara harus terlebih dahulu mengetahui mengenai Hak dan Kewajiban maupun Tenaga Medis/Kesehatan. Kemudian saudara dapat mengidentifikasi permasalahan tersebut apakah karena kelalaian Tenaga Medis/Kesehatan dalam menerapkan ilmu dan tidak sesuai dengan standar profesi/etika profesi.
Setelah itu saudara dapat melakukan upaya hukum : - Meminta rekomendasi Majelis Disiplin (Pasal 308 UU Kesehatan) - Wajib terlebih dahulu dilakukan Mediasi (Pasal 310 UU Kesehatan) - Penegakan Disiplin (Pasal 305 UU Kesehatan) - Laporan Pidana (Pasal 440 UU Kesehatan) - Gugatan Perdata (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)
Ketahui Hak dan Kewajiban Para Pihak Dengan mengetahui Hak dan Kewajiban Para Pihak dapat menentukan porsi Keadilan dalam suatu perkara, sehingga penyelesaian hukum dapat lebih mudah.
Adapun Hak & Kewajiban tersebut diatur dalam UU Kesehatan sebagai berikut :
Hak Pasien (Pasal 276)
Kewajiban Pasien (Pasal 277)
Hak Tenaga Medis/Kesehatan (Pasal 273)
Kewajiban Tenaga Medis/Kesehatan (Pasal 274)
Identifikasi Malapraktik Pada dasarnya Malapraktik terjadi karena kelalaian atau kegagalan Tenaga Medis/Kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sesuai. Untuk itu diperlukan identifikasi Malapraktik tersebut terjadi apakah Tenaga Medis/Kesehatan bertindak sesuai dengan :
Disiplin Ilmu
Standar Profesi/Etika Profesi
Upaya Hukum Malapraktik Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi Malapraktik adalah :
Wajib meminta rekomendasi Majelis Disiplin (Pasal 308 UU Kesehatan)
Wajib terlebih dahulu dilakukan Mediasi (Pasal 310 UU Kesehatan)
Penegakan Disiplin (Pasal 305 UU Kesehatan)
Laporan Pidana (Pasal 440 UU Kesehatan)
Gugatan Perdata (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)
Perlindungan Hukum Dalam UU Kesehatan, Tenaga Medis/Kesehatan juga mendapatkan Perlindungan Hukum sepanjang perbuatan yang dilakukan telah sesuai dengan Disiplin Ilmu & Standar Profesi/Etika Profesi.
Apa hukumnya apabila data pribadi saya digunakan oleh orang lain tanpa izin dari saya?
Pokok Jawaban Penggunaan data pribadi tanpa izin merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sebagaimana telah dilarang oleh Undang-Undang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi
Saudara dapat melaporkan orang yang menggunakan data pribadi milik saudara kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi dengan ancaman Pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 Miliar
Definisi Perlindungan Data Pribadi Perlindungan data pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data Pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek Data Pribadi. (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi)
Hak-Hak Subjek Data Pribadi
Hak atas transparansi pengolahan data (Pasal 5)
Hak untuk memperbaiki data (Pasal 6)
Hak untuk mengakses data (Pasal 7)
Hak untuk menghapus data (Pasal 8)
Hak untuk menarik kembali pemrosesan data (Pasal 9)
Hak untuk mengajukan keberatan (Pasal 10)
Hak menunda / membatasi pemrosesan data (Pasal 11)
Hak untuk menggugat & menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data (Pasal 12)
Kewajiban Pengendali Data
Wajib melakukan pemrosesan data sesuai dengan tujuan yang dinyatakan (Pasal 20 & Pasal 28)
Wajib memberikan informasi yang jelas (Pasal 21)
Wajib dilakukan persetujuan terhadap pemrosesan data (Pasal 22-Pasal 24)
Wajib melakukan pemberitahuan apabila terjadi kegagalan perlindungan data pribadi (Pasal 46)
Sanksi Administratif Sanksi administratif dikenakan kepada pengendali data yang gagal memenuhi kewajibannya, seperti tidak melindungi data pribadi secara memadai, tidak melaporkan pelanggaran data, atau tidak memberikan hak-hak kepada subjek data. Bentuk sanksi administratif meliputi :
Peringatan tertulis
Denda administratif
Penghentian sementara kegiatan pemrosesan data
Penghapusan atau pemusnahan data pribadi
Pembekuan izin usaha atau pemrosesan data
Pencabutan izin usaha
(Pasal 57)
Sanksi Pidana Sanksi pidana diterapkan untuk pelanggaran berat yang menyangkut tindakan penyalahgunaan atau penyebarluasan data pribadi tanpa izin, seperti :
Memperoleh/Mengumpulkan Data Pribadi Orang Lain - pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 Miliar (Pasal 67 ayat (1))
Mengungkapkan Data Pribadi Tanpa Hak - Pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 4 Miliar (Pasal 67 ayat (2))
Menggunakan Data Pribadi Orang Lain - Pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 Miliar (Pasal 67 ayat (3))
Pemalsuan Data Pribadi - Pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 6 Miliar (Pasal 68)