Perdata

Prosedur Hukum Menangani Love Scamming?

Bagaimana Prosedur Hukum Menangani Love Scamming?

Pokok Jawaban
- Kumpulkan Bukti : Semua percakapan, transfer uang, dan komunikasi dengan pelaku harus disimpan sebagai bukti. Hal ini penting untuk digunakan dalam proses hukum.
- Laporkan ke Kepolisian : Di Indonesia, Love Scamming dapat dilaporkan ke kepolisian karena masuk dalam tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan Penggelapan (Pasal 372 KUHP).
- Mengajukan Gugatan Perdata : Korban Love Scamming juga dapat mengajukan Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri atas dasar Perbuatan Melanggar Hukum (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)

Definisi Love Scamming
Love scamming atau penipuan cinta adalah kejahatan di mana pelaku berpura-pura menjalin hubungan romantis dengan korban secara langsung/melalui platform online, seperti media sosial atau situs kencan, untuk mengeksploitasi korban secara finansial.

Bagaimana Love Scamming Bermula
Love Scamming dimulai dengan pelaku membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif. Setelah korban terikat emosional, pelaku mulai meminta uang dengan alasan seperti keadaan darurat atau kebutuhan mendesak.

Langkah Hukum Menghadapi Love Scamming
Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, langkah hukum yang dapat dilakukan adalah :

  • Kumpulkan Bukti : Semua percakapan, transfer uang, dan komunikasi dengan pelaku harus disimpan sebagai bukti. Hal ini penting untuk digunakan dalam proses hukum.
  • Laporkan ke Kepolisian : Di Indonesia, Love Scamming dapat dilaporkan ke kepolisian karena masuk dalam tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan Penggelapan (Pasal 372 KUHP).
  • Mengajukan Gugatan Perdata : Korban Love Scamming juga dapat mengajukan Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri atas dasar Perbuatan Melanggar Hukum (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)

Prosedur Hukum dalam Menangani Kasus Malapraktik Medis

Bagaimana Prosedur Menangani Permasalahan Hukum Malapraktik?

Pokok Jawaban
Dalam menangani permasalahan hukum Malapraktik, sebaiknya saudara harus terlebih dahulu mengetahui mengenai Hak dan Kewajiban maupun Tenaga Medis/Kesehatan. Kemudian saudara dapat mengidentifikasi permasalahan tersebut apakah karena kelalaian Tenaga Medis/Kesehatan dalam menerapkan ilmu dan tidak sesuai dengan standar profesi/etika profesi.

Setelah itu saudara dapat melakukan upaya hukum :
- Meminta rekomendasi Majelis Disiplin (Pasal 308 UU Kesehatan)
- Wajib terlebih dahulu dilakukan Mediasi (Pasal 310 UU Kesehatan)
- Penegakan Disiplin (Pasal 305 UU Kesehatan)
- Laporan Pidana (Pasal 440 UU Kesehatan)
- Gugatan Perdata (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)

Ketahui Hak dan Kewajiban Para Pihak
Dengan mengetahui Hak dan Kewajiban Para Pihak dapat menentukan porsi Keadilan dalam suatu perkara, sehingga penyelesaian hukum dapat lebih mudah.

Adapun Hak & Kewajiban tersebut diatur dalam UU Kesehatan sebagai berikut :

  • Hak Pasien (Pasal 276)
  • Kewajiban Pasien (Pasal 277)
  • Hak Tenaga Medis/Kesehatan (Pasal 273)
  • Kewajiban Tenaga Medis/Kesehatan (Pasal 274)

Identifikasi Malapraktik
Pada dasarnya Malapraktik terjadi karena kelalaian atau kegagalan Tenaga Medis/Kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sesuai. Untuk itu diperlukan identifikasi Malapraktik tersebut terjadi apakah Tenaga Medis/Kesehatan bertindak sesuai dengan :

  • Disiplin Ilmu
  • Standar Profesi/Etika Profesi

Upaya Hukum Malapraktik
Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi Malapraktik adalah :

  • Wajib meminta rekomendasi Majelis Disiplin (Pasal 308 UU Kesehatan)
  • Wajib terlebih dahulu dilakukan Mediasi (Pasal 310 UU Kesehatan)
  • Penegakan Disiplin (Pasal 305 UU Kesehatan)
  • Laporan Pidana (Pasal 440 UU Kesehatan)
  • Gugatan Perdata (Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek)

Perlindungan Hukum
Dalam UU Kesehatan, Tenaga Medis/Kesehatan juga mendapatkan Perlindungan Hukum sepanjang perbuatan yang dilakukan telah sesuai dengan Disiplin Ilmu & Standar Profesi/Etika Profesi.

Perlindungan Data Pribadi di Era Digital

Apa hukumnya apabila data pribadi saya digunakan oleh orang lain tanpa izin dari saya?

Pokok Jawaban
Penggunaan data pribadi tanpa izin merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sebagaimana telah dilarang oleh Undang-Undang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi

Saudara dapat melaporkan orang yang menggunakan data pribadi milik saudara kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi dengan ancaman Pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 Miliar

Definisi Perlindungan Data Pribadi
Perlindungan data pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data Pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek Data Pribadi. (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi)

Hak-Hak Subjek Data Pribadi

  • Hak atas transparansi pengolahan data (Pasal 5)
  • Hak untuk memperbaiki data (Pasal 6)
  • Hak untuk mengakses data (Pasal 7)
  • Hak untuk menghapus data (Pasal 8)
  • Hak untuk menarik kembali pemrosesan data (Pasal 9)
  • Hak untuk mengajukan keberatan (Pasal 10)
  • Hak menunda / membatasi pemrosesan data (Pasal 11)
  • Hak untuk menggugat & menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data (Pasal 12)

Kewajiban Pengendali Data

  • Wajib melakukan pemrosesan data sesuai dengan tujuan yang dinyatakan (Pasal 20 & Pasal 28)
  • Wajib memberikan informasi yang jelas (Pasal 21)
  • Wajib dilakukan persetujuan terhadap pemrosesan data (Pasal 22-Pasal 24)
  • Wajib Menjamin Keakuratan & Pembaruan Data (Pasal 29 & Pasal 30)
  • Wajib dilakukan perekaman saat pemrosesan data (Pasal 31)
  • Wajib memberikan akses data (Pasal 32) Kecuali dalam keadaan tertentu (Pasal 33)
  • Wajib melakukan penilaian dampak perlindungan data terhadap data yang berisiko tinggi (Pasal 34)
  • Wajib menjaga keamanan & kerahasiaan data (Pasal 35 & Pasal 36)
  • Wajib melakukan pemberitahuan apabila terjadi kegagalan perlindungan data pribadi (Pasal 46)

Sanksi Administratif
Sanksi administratif dikenakan kepada pengendali data yang gagal memenuhi kewajibannya, seperti tidak melindungi data pribadi secara memadai, tidak melaporkan pelanggaran data, atau tidak memberikan hak-hak kepada subjek data. Bentuk sanksi administratif meliputi :

  • Peringatan tertulis
  • Denda administratif
  • Penghentian sementara kegiatan pemrosesan data
  • Penghapusan atau pemusnahan data pribadi
  • Pembekuan izin usaha atau pemrosesan data
  • Pencabutan izin usaha

(Pasal 57)

Sanksi Pidana
Sanksi pidana diterapkan untuk pelanggaran berat yang menyangkut tindakan penyalahgunaan atau penyebarluasan data pribadi tanpa izin, seperti :

  • Memperoleh/Mengumpulkan Data Pribadi Orang Lain - pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 Miliar (Pasal 67 ayat (1))
  • Mengungkapkan Data Pribadi Tanpa Hak - Pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 4 Miliar (Pasal 67 ayat (2))
  • Menggunakan Data Pribadi Orang Lain - Pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 Miliar (Pasal 67 ayat (3))
  • Pemalsuan Data Pribadi - Pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 6 Miliar (Pasal 68)

Apa Hukumnya Lawan Terlebih Dahulu Ingkar Janji (wanprestasi)?

Saya sebagai kontraktor memiliki perjanjian kerjasama pembangunan dengan badan usaha lain sebagai pemilik lahan. Hingga saat ini saya memiliki permasalahan karena pemilik lahan terus menerus meminta saya untuk melakukan kewajiban saya, namun justru pemilik lahan yang terlebih dahulu ingkar janji karena tidak mengurus kewajibannya terkait perizinan sebagaimana kewajiban tersebut tercantum dalam Perjanjian.

Pokok Jawaban
Apabila salah satu pihak (subjek hukum A) tidak dapat melakukan kewajibannya karena pihak lainnya (subjek hukum B) terlebih dahulu tidak melakukan kewajiban sebagaimana mestinya. Maka hal tersebut tentu saja A dapat meminta kepada B untuk terlebih dahulu melakukan kewajibannya, hal ini telah sesuai dengan asas/prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus.

Adapun cara A untuk meminta B melakukan kewajibannya adalah dengan tahapan :
1. Meminta dengan cara lisan/tertulis;
2. Mengirimkan Surat Teguran/Somasi;
3. Mengajukan Gugatan Perdata.

Definisi Ingkar Janji (wanprestasi)
Ingkar janji (wanprestasi) adalah suatu keadaan dimana salah satu pihak tidak memenuhi suatu kewajiban yang terdapat didalam Perjanjian. Lebih lanjut unsur wanprestasi menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian menerangkan unsur wanprestasi menjadi 4 (empat) yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang dijanjikan;
2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Waktu Dinyatakan Ingkar Janji (wanprestasi)
Sesuai dengan Pasal 1238 Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (BW) atau yang biasa dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah mengatur "Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan". Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa pihak yang tidak melakukan kewajibannya dikatakan wanprestasi pada saat lewatnya tenggang waktu yang telah ditentukan didalam perjanjian atau diberikannya Surat Teguran/Somasi.

Asas Exceptio Non Adimpleti Contractus
Asas/prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus adalah suatu tangkisan yang menyatakan bahwa salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya karena pihak lainnya terlebih dahulu tidak melakukan kewajiban. Lebih lanjut dasar hukum asas/prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus juga terdapat pada Pasal 1478 BW yang mengatur "Penjual tidak wajib menyerahkan barang yang bersangkutan, jika pembeli belum membayar harganya sedangkan penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya.".